Senin, 30 Mei 2011

Pangandaran (6)

Pantai Pangandaran termasuk objek wisata andalan Jawa Barat.  Dari Jakarta sekitar 750 km dan dari Bandung 236 km. selain pakai kendaraan pribadi atau bus kita bisa juga naik pesawat Susi Air,  dari Jakarta  maupun Bandung. dari Jakarta sekitar 1 jam dan dari Bandung sekitar 30 menit.
Pantai ini sangat indah, hamparan landai pasir putihnya mempesona tidak kalah dengan pantai Kuta Bali, diapit oleh dua bukit  membuat angin berhembus pelan dan riak ombak lautnya relatif kecil, sehingga pengunjung nyaman melakukan berbagai aktivitas, seperti berenang menggunakan ban, berperahu mengelilingi semenanjung, memancing, bersantai di pantai, atau sekadar mencerap keindahan alamnya dari pondok dan tenda wisata yang banyak tdipasang di sepanjang pantai. Pengunjung dapat melihat terbit dan terbenamnya matahari dari tempat yang sama. Saat kami datang  banyak anak-anak bermain-main  di pantai, ada yang asik mengayun diri dengan ban diatas ombak, ada yang bersepeda tandem bersusah payah mengayuh diatas pasir yang basah, ada juga yang sedang membuat bangunan-bangunan dari pasir, Verca dan Lubna anakku berlari-lari kearah lidah ombak dan kemudian berbalik menghindar agar tidak di terjangnya, kadang  membiarkan kaki mereka di belai lidah ombak. Banyak rombongan pengunjung kami lihat naik perahu dan berlayar menuju semenanjung "pasir putih" yang terlihat dari kejauhan, beberapa tukang perahu menawarkan untuk mengantar kami ke tempat rombongan -rombangan tadi pergi, setelah tawar-menawar harga kami pun menaiki perahu, setiap orang di bekali dengan pelampung, Verca dan Lubna terlihat sedikit tegang, maklum pengalaman pertama. Perahu yang kami tumpangi tidak terlalu besar namanya "DOLPIN", terbuat dari bahan fiber class,dibagian buritan dipasangi motor tempel merek Suzuki, atapnya terbuat dari plastik , untuk penyeimbang kiri kanan perahu dilengkapi dengan cadik yang terbuat dari bambu, Setelah kami semua duduk sempurna, perahupun didorong menuju ketengah laut,  menegangkan  karena perahu harus melawan hantaman ombak yang cukup tinggi dari arah haluan, suara motornya menderu-mederu dan setiap kali perahu menaiki ombak, setiap kali pula perahu  ditarik kembali oleh arus yang sangat kuat kearah pantai, seperti main kucing-kucingan, begitu ombak melandai dan air laut seperti mendidih karena ada gelembung bercampur lumpur yang terangkat kepermukaan, motor perahu di gas habis dan melesat dengan tenaga penuh kedepan, namum  dari depan ombak kembali datang bergulung-gulung menghantam keras lunas perahu,   ketika  haluan perahu menaiki puncak ombak, kita seperti mendongak ke langit, sedikit menakutkan bagi yang tidak terbiasa. Akhirnya ombak  yang bergulung-gulung itu tertinggal di belakang dan perahu melaju di permukaan laut mengayun lembut diatas gelombang  (lanjut)   

Jumat, 27 Mei 2011

Pangandaran (5)

Selepas dari kota Ciamis menuju kota Banjar jalanan mulai banyak tikungan dan turun naik. di kanan - kiri hanya perkampungan, dan kebun-kebun penduduk.  kurang dari 1 jam kami tiba di kota Banjar, kota Banjar adalah titik transit lalu lintas dari daerah Jawa Barat ke arah Timur,  berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah, yakni dengan Kabupaten Cilacap. Kota Banjar  sebagai kota transito menjadi pintu gerbang utama jalur lintas selatan Jawa Barat. Untuk membedakannya dengan Banjarnegara yang berada di Jawa Tengah, kota ini sering disebut juga Banjar Patroman (dari nama asal "Banjar Pataruman"), kata Patroman berasal dari kata pataruman < pa-tarum-an = tarum adalah sejenis pohon perdu yang tumbuh di tepi sungai (a.l. Sungai Citarum), daunnya digunakan untuk bahan pencelup kain supaya berwarna biru tua (indigo). Sepanjang jalan Tasikmalaya, Ciamis dan Banjar kami sering berpapasan dengan bus "Budiman" mungkin pengusaha oto bis ini berasal dari daerah ini, dimana - mana ketemu Bis Budiman ini.
Karena masih pagi dan kota Banjar tidak terlalu menarik, kami meneruskan perjalanan menuju pantai Pangandaran. Memasuki jalan raya Banjar - Banjarsari  kami pun ngebut , ruas jalannya relatif kecil tetapi mulus. Sepanjang jalan pemandangan yang kami lihat hanya persawahan dan hutan kecil serta perkampungan. Matahari kian tingi, cuaca panas berkilau-kilau menjadi fatamorgana diatas aspal, untungnya AC mobil sangat dingin jadi tidak terasa. Jalan raya didepan terlihat lengang, sesekali saja berpapasan dengan mobil, motor atau sepeda, terlihat petani membawa gabah untuk di jemur atau di gilling di huller. karena sepi dan mulus kami terus tancap gas , pepohonan dan rumah-rumah seperti berkelebat lari kebelakang . Sesampai di desa Banjarsari , karena makanan kecil dan air minum habis, juga perlu membeli battery untuk camera, kami mampir dulu di Indomaret (heran di kota sekecil ini  di bolehkan ). Desa Banjarsari lumayan besar untuk ukuran kota kecamatan, tumbuh linier di sepanjang jalan ,didominasi oleh toko-toko pedagang kelontong dan makanan,  lumayan ramai. Selesai membeli perbekalan kami kembali menderu di jalan yang mulus, setelah Banjarsari tertinggal jauh di belakang jalan mulai mendaki dan berkelok-kelok, "kok ke pantai pakai nanjak dulu ya" anak-anak bertanya dengan mimik binggung,  terus mendaki kami memasuki kawasan hutan yang cukup lebat, kemudian kembali menurun, selepas itu jalan datar lagi, disini matahari tepat di ubun-ubun, panas makin menyengat.."pantai su dekat" suasana wisata mulai terasa, terlihat beberapa bus wisata dan mobil dengan plat nomor B melintas di jalan yang sama,  jalan yang lurus langsung menuju gerbang Pangandaran yang di jaga oleh pegawai Pemda setempat,  setelah membayar retribusi, langsung tancap gas ke pantai, dari pintu gerbang ke pantai tidak terlalu jauh,  kita lansung disuguhi pemandangan laut biru serta hamparan pantai yang elok, mungkin karena panas pantai terlihat sepi, tidak banyak yang bermain,  kami berbelok kekiri kekawasan yang relatif ramai, banyaknya pedagang kaki lima dan pengaturan kios-kios seadanya membuat lingkungan pantai terkesan kumuh.  akhirnya kami berhenti di bagian pantai yang ramai pengunjungnya...(lanjut) 

Ciamis (4)

Sarapan pagi di hotel Mahkota Graha Crown lumayan enak,dengan pilihan menu yang cukup lengkap, disamping menu-menu barat juga disuguhi dengan menu-menu khas Sunda, selepas makan pagi, saya sempatkan mampir ke bagian informasi hotel, bertanya-tanya ini-itu, terutama tentang rute jalan menuju kota-kota lain, akhirnya setelah di beritahu cukup detail, kami melanjutkan perjalanan menuju Pangandaran. Keluar dari halaman hotel berbelok kekanan mengikuti jalan RE Martadinata yang menurun, lalu masuk ke jalan Moh Toha, terus meluncur sampai bertemu dengan jalan raya Cikoneng belok kanan dan selanjutnya tancap gas menuju kota Ciamis. Perjalanan ke Ciamis memakan waktu sekitar 1 jam, jalan lumayan lebar dan mulus di sepanjang jalan hanya diisi oleh pemandangan perkampungan penduduk, ketika memasuki gerbang kota Ciamis kami aggak surprise karena ternyata kota ini sangat bersih dengan penataan taman di sepanjang jalan yang bagus dan asri, terutama di sepanjang jalan Sudirman kata anak-anak ku " walikota atau bupatinya masih hidup" beda dengan Bekasi Walikotanya sudah "mati", karena kotanya tidak di urus dengan baik. Ciamis Kota merupakan ibukota kabupaten Ciamis, kota ini  berada di jalan Lintas jalur (Bandung-Yogyakarta-Surabaya). 
Karena ingin mengejar waktu untuk cepat sampai di Pangandaran kami tidak berhenti, terus memacu dengan kecepatan antara 80 dan 100 km / jam, kondisi aspal yang membuat  mobil peugeot 406 keluaran tahun 2002 terasa   lembut sangat nyaman, anak - dapat pun menikmati perjalanan dengan santai. Di sepanjang jalan kami menemukan beberapa rambu yang menunjukkan arah Pangadaran tetapi karena mobil relatif kencang, jadinya kelewatan terus, moga-moga di depan aya deui..dan kamipun terus meluncur membelah kota Ciamis yang ciamik menuju kota Banjar...(Lanjut)

 

Kamis, 26 Mei 2011

Melaju Ke Tasikmalaya (3)

Setelah meninggalkan kota Garut, kami menelusuri  jalan raya Garut-Tasik yang berkelok-kelok dan turun naik,  terus terang saya tidak tahu ini jalan akan berakhir di mana dan berapa lama kami harus melaluinya menjelang sampai di kota Tasikmalaya.Tidak banyak pemandangan yang sempat di perhatikan karena konsentrasi tertuju ke jalan yang berliku-liku dan banyaknya kendaraan yang berpapasan, rute yang kami lalui relatif mulus, hanya tidak bisa ngebut, terlalu banyak tikungan, beberapa desa yang diantara lain desa Tanjungsari, Neglasari,Sulawu, Pasir alam,  hampir semua desa yang di lalui memiliki lingkungan yang hijau, banyak pepohonan. sebagian besar wilayah kabupaten Tasikmalaya ini terutama daerah timur terdiri dari perbukitan, kabupaten ini dilalui oleh rantai gunung berapi di Pulau Jawa, di mana daerah ini secara alami memiliki tanah yang kaya dan subur.
di sepanjang jalan kami menemukan beberapa pesantren, konon kabarnya kabupaten Tasikmalaya merupakan wilayah yang paling banyak memiliki pesantren di Jawabarat (lebih kurang 800 pesantren). Pemandangan yang kami temukan masih di dominasi oleh perkampungan dan hutan yang lumayan rimbun. setelah 2 jam  bermobil kamipun melewati gerbang tota Tasikmalaya,  menjelang ke pusat kota   bangunan-bangunan  serta pemukiman penduduk terlihat kusam,  di kiri kanan  jalan terdapat rumah - rumah sederhana seperti tidak tertata (rasanya seperti melihat pemukiman di sekitar station kereta api yang kumuh) dan banyak sampah .  terus masuk ke jantung kota kami terperangkap di area pertokoan yang sangat sibuk dan padat, motor, becak, mobil dan  manusia saling salip, hiruk pikuk menginggatkan suasana di pasar tanah Abang, sangat mewakili citra orang Tasik sebagai salah satu etnik dengan semangat dagang yang kental.
Setelah melewati kawasan pertokoan yang pabaliut, kamipun sampai di jalan  RE Martadinata berbelok kekanan dan  akhir menemukan hotel  Mahkota Graha Crown, dari luar hotel ini kelihatan kuno, arsitekturnya peninggalan belanda yang telah di renovasi. karena sudah terlalu sore sekitar pukul 17.00 wib, akhirnya di putuskan untuk istirahat di hotel ini. ternyata kamarnya bagus juga,  setelah semua selesai mandi, kami keluar hotel  melihat-lihat suasana kota yang mulai temaram, lampu-lampu sudah menyala, udara terasa sejuk. tukang-tukang becak yang banyak mangkal di luar hotel menawarkan untuk naik becaknya, tetapi kami memilih jalan kaki, dikiri kanan jalan yg kami lalui masih banyak terlihat rumah-rumah penduduk dengan model arsitektur jaman belanda, walau banyak juga bangunan-bangunan baru.   di dekat pertigaan  jl Mitra batik dan jalan RE Martadinata ada supermarket yg lumayan rame, kamipun menyempatkan diri membeli perbekalan makanan kecil untuk perjalanan besok pagi. Dari supermaket tersebut kami memutuskan kembali ke hotel ,Karena sudah capek  berwisata dari pagi, setibanya  di hotel semuanya tidur dengan cepat. (lanjut)

Rabu, 25 Mei 2011

Kampung Pulo (2)

Memasuki Kampung Pulo seperti memasuki desa masa lalu yang asri, tujuh rumah yang dengan tata letak yg teratur, dilindungi oleh rimbunya pepohonan,  3  rumah di sisi kiri (selatan) dan 3  rumah di sisi kanan (utara). Halaman yang cukup luas membelah komplek pemukiman ini, di ujung barat (kiblat) terletak musholla dengan tempat wudlu dan sumur disampingnya.  Rumah-rumah disini adalah rumah panggung dengan serambi untuk menerima tamu. Dindingnya menggunakan bahan kayu dan anyaman bambu. Penghuni Kampung Pulo hanya 6 kepala keluarga. Jika ada anggota keluarga bertambah dan menikah, maka mereka bermukim di luar kampung ini.
Tanpa terasa matahari beranjak tinggi, sambil bergerak kelaura dari komplek menuju perahu kami sempatkan mengambil foto-foto sebagai kenangan-kenangan. "Lapar pa" itu ucapan standar yang keluar kalau sudah mulai siang dari kedua kurcaciku. sambil celingak-celinguk akhirnya di pojokan lapangan parkir situ cangkuang kami menemukan restoran sunda "Sari Cobek". Disain restorannya berupa saung - saung yg di bangun diatas kolam yang cukup luas, di pinggir saung di tanami tanaman papirus yang tumbuh tinggi menghiasi kolam, seperti sebah taman air. Sambil menunggu makanan yang di pesan, kamipun sholat zhuhur, dan kemudian anak - anak bermain sambil menikmati ikan-ikan yang berebutan memakan remah-remah dan roti yang di sebarkan ke kolam. Selesai makan, sekitar jam 14.00 wib kamipun melanjutkan perjalanan, keluar dari jalan desa, kamipun kembali ke jalan utama menuju pusat kota Garut. maksud hati mau masuk ke dalam kota ternyata kami salah jalan, bertemu pertigaan kami pun membelok kekiri, lurus, bertemu lagi pertigaan kami memilih kekanan dan tahu-tahu sudah berada di jalan menuju keluar kota arah kota Tasikmalaya...kamipun terus melaju...(lanjut)

Selasa, 24 Mei 2011

Ke Candi Cangkuang (1)

Koper pakaian, peta perjalanan, buku bacaan, makanan ringan semua  telah siap di mobil. Saya, Istri dan anak-anak mau "keliling Jawa" dengan si hitam kesayangan Peugeot 406. Aggak berdebar karena belum pernah, bukan jalannya yang di pikirkan, tapi bagaimana kalau ada masalah dengan mobil?, saya hanya tahu menginjak gas, rem dan kopling, kalau dia "batuk" mampuslah awak, bengkel peugeot kan tidak tersedia di semua tempat. Tapi ya sudahlah kata orang Manado " tiba soal tiba akal". 
Mau kemana dulu? Cirebon terus melintasi jalur pantai utara atau lewat sisi selatan? akhirnya dipilih lewat jalur selatan , kota  paling dekat setelah Bandung ya Garut. Dari Bekasi Jam 07.00 pagi masuk Tol JORR terus tol Cikampek, padalarang, Bandung. Jalan sepi  lancar banget, jam 09.30 kami memasuki Garut, bingung mau kemana?  sambil mikir eh ada  papan penunjuk ke arah Candi Cangkuang, ya sudah belok kiri ikuti petunjuk keluar dari jalan utama, kamipun menembus jalan desa. Di kiri - kanan jalan terhampar kebun dan sawah,
20 menit kemudian kami sudah di gerbang situ Cangkuang, suasananya lengang  mungkin karena masih pagi, setelah membayar tiket masuk Rp 2000 per orang, kami di sambut oleh beberapa tukang perahu yg menawarkan jasa menyeberangkan ke Candi, rupanya Candi Cangkuang di bangun di atas pulau di tengah Situ Cangkuang, setelah tawar menawar dan bergabung dengan pengunjung yang  lain kami pun menaiki rakit  batang bambu utuh yang di rangkai, diatasnya dilengkapi dengan sawung (gubug) dan tempat duduk untuk penumpang.  Untuk mengerakkan rakit, tukang perahu mengunakan bambu panjang yang di tancapkan kedasar situ dan mendorongnya. sambil berjalan dari depan kebelakang. Dengan latar belakang gunung yang tampak biru dari kejauhan pemandangan di situ Cangkuang cukup mempesona.
Situ yang memiliki kedalam sekitar 2 meter, juga di manfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk mencari ikan. tidak berapa lama kamipun menjejakkan kaki di komplek Candi Cangkuang.
Candi Cangkuang terletak di Desa Cangkuang, Kecamatan Leles lebih kurang 40 Km dari kota Bandung dan 20 Km dari pusat kota Garut. Berdasarkan sejarah, Candi Cangkuang merupakan bangunan suci Hindu pada abad ke-7 dan 8 Masehi. Dibangun, tepat di tengah Situ Cangkuang, Garut, Jawa barat. Terdapat nilai ritual pada candi tersebut sebagai bentuk kedekatan budaya masyarakat Sunda dengan agama Hindu sejak zaman Kerajaan Taruma Negara.
Situ Cangkuang sendiri konon kabarnya di buat oleh tokoh islam setempat Muhammad arif dan warga yang membendung sungai.
Disamping candi terdapat makam Arif Muhammad pemuka agama Islam Kampung Pulo, dan  museum yang tidak terlalu besar, uniknya yang di simpan di dalam museum ini lebih banyak peninggalan Islam, disini dapat kita lihat alquran kuno yang di tulis dengan tangan diatas kulit kayu.(lanjut)