CANTIKNYE NEGERI KU
Negeri ini di karunia dengan pemandangan nan elok, jika ada waktu yuk kita jelajahi..asik lo
Jumat, 27 Juli 2012
Ba Ayun, Tradisi Keagamaan di Kota Rantau Tapin
Pernahkah terbayang oleh anda ribuan orang dalam waktu yang sama duduk dalam ayunan seperti bayi-bayi saat dibuai dengan kain di masa lalu, bahkan gubernur pun ikut, acara yang selalu dilakukan pada bulan Maulid ini bertepatan dengan peringatan Maulid nabi besar Muhammad SAW..
Minggu, 12 Juni 2011
Baturaden (10)
Lokasi taman wisata Baturaden tidak jauh dari hotel tempat kami menginap. naik angkot kira-kira 10 menit kearah atas melalui jalan raya Baturaden. Saat kami tiba di gerbang pengunjung belum ramai aggaknya karena masih pagi, setelah membayar di loket yang di jaga oleh pegawai berseragam pemda setempat Rp. 3.000,-/ orang. Jalan masuknya seperti boulevar dihiasi dengan buderan dari beton dan diatasnya di bangun patung perempuan dan lelaki berpakaian tradisional Banyumas, dua jalur jalan yang cukup lebar dilapisi dengan paving block sehingga terlihat rapi, di kiri-kananya di tanami pohon palem diselingi pohon paku yangcukup besar (Pteridophyta atau filicophyta).
Menurut lieratur Tumbuhan paku tersebar di seluruh bagian dunia, kecuali daerah bersalju abadi dan daerah kering (gurun). Total spesies yang diketahui hampir 10.000 (diperkirakan 3000 di antaranya tumbuh di Indonesia), sebagian besar tumbuh di daerah tropika basah yang lembab. Tumbuhan ini cenderung tidak tahan dengan kondisi air yang terbatas, mungkin mengikuti perilaku moyangnya di zaman Karbon, yang juga dikenal sebagai masa keemasan tumbuhan paku karena merajai hutan-hutan di bum. Serasah hutan tumbuhan yang memfosil sekarang ditambang orang sebagai batu bara. Keberadaan pohon pakis ini jadi teringat lontong sayur gulai paku yang di jual "si Uda ", di dekat tempat cucian mobil di Krangan Permai..hmm jadi laper. Bunga-bunga di taman terpelihara dengan baik. Puncak gunung Slamet terlihat jelas kebiruan, dan di sebelah selatan di kejauhan terhampar pemadangan kota Purwokerto. lebih kedalam taman kita akan bertemu dengan sungai kering yang penuh batu-batu besar, di bagian atasnya di bangun jembatan penyeberangan, terlintas di pikiran kalau ada banjir bandang apa jadinya ya?, di samping jalan setapak yang terbuat dari eton ada sungai kecil, airnya sangat jernih kami turun ke dalam selokan dan merendam kaki bermain-main dengan air yang wuih dingin banget . Naik lagi ke area yang lebih tinggi kita akan bertemu dengan telaga kecil yang menawan, Lubna, Verca serta mamanya menyewa "perahu bebek" yang didayung dengan kaki dan mengayuh mengelilinggi telaga, saya menyibukkan diri mengambir foto dan video. Sesekali anak-anak berteriak dari tengah telaga "papa....." sambil melambai-lambaikan tangan, angin dingin bertiup dengan lembut. Pedagang-pedagang minuman serta makanan mulai mengelar dagangannya di beberapa tempat yang memang di sediakan untuk itu.
Matahari makin tinggi pemandangan kearah puncak gunung terlihat dengan jelas. Gunung Slamet (3432 meter) merupakan salah satu gunung yang menjadi tujuan ekspedisi para pendaki, baik dari wilayah setempat maupun wilayah lainnya. Gunung ini mempunyai kawasan hutan Dipterokarp Bukit, hutan Dipterokarp Atas, hutan Montane, dan Hutan Ericaceous atau hutan gunung. Dalam buku yang berjudul "Three Old Sundanese Poems", terbitan KITLV Leiden tahun 2006, J. Noorduyn menyebutkan bahwa nama "Slamet" adalah relatif baru yaitu setelah masuknya Islam ke Jawa. Dengan merujuk kepada naskah kuno Sunda Bujangga Manik, Noorduyn menuliskan bahwa nama lama dari gunung ini adalah Gunung Agung. Sebagian masyarakat jawa mempercayai bahwa gunung slamet adalah pusat dari pulau Jawa. Mereka juga menyebut gunung ini dengan nama gunung Lanang. Bahkan mereka juga percaya bahwa gunung ini adalah gunung yang angker, yang banyak didiami oleh mahluk halus. Terlepas dari mitos dan kepercayaan yang ada, gunung ini merupakan gunung yang indah. Gunung ini berada di perbatasan Kabupaten Brebes, Banyumas, Purbalingga, Kabupaten Tegal dan Kabupaten Pemalang Jawa Tengah, merupakan yang tertinggi di Jawa Tengah serta kedua tertinggi di Pulau Jawa. Terdapat empat kawah di puncaknya yang semuanya aktif. Puas bermain-main dan menikamati keindahan Baturaden, kami pun kembali ke hotel untuk check out dan bersiap-siap ke tujuan berikutnya yaitu dataran tinggi "Dieng" konon disebut juga negeri tempat bertemunya dewa..enggg.....ingg.eeeeeng.....
Menurut lieratur Tumbuhan paku tersebar di seluruh bagian dunia, kecuali daerah bersalju abadi dan daerah kering (gurun). Total spesies yang diketahui hampir 10.000 (diperkirakan 3000 di antaranya tumbuh di Indonesia), sebagian besar tumbuh di daerah tropika basah yang lembab. Tumbuhan ini cenderung tidak tahan dengan kondisi air yang terbatas, mungkin mengikuti perilaku moyangnya di zaman Karbon, yang juga dikenal sebagai masa keemasan tumbuhan paku karena merajai hutan-hutan di bum. Serasah hutan tumbuhan yang memfosil sekarang ditambang orang sebagai batu bara. Keberadaan pohon pakis ini jadi teringat lontong sayur gulai paku yang di jual "si Uda ", di dekat tempat cucian mobil di Krangan Permai..hmm jadi laper. Bunga-bunga di taman terpelihara dengan baik. Puncak gunung Slamet terlihat jelas kebiruan, dan di sebelah selatan di kejauhan terhampar pemadangan kota Purwokerto. lebih kedalam taman kita akan bertemu dengan sungai kering yang penuh batu-batu besar, di bagian atasnya di bangun jembatan penyeberangan, terlintas di pikiran kalau ada banjir bandang apa jadinya ya?, di samping jalan setapak yang terbuat dari eton ada sungai kecil, airnya sangat jernih kami turun ke dalam selokan dan merendam kaki bermain-main dengan air yang wuih dingin banget . Naik lagi ke area yang lebih tinggi kita akan bertemu dengan telaga kecil yang menawan, Lubna, Verca serta mamanya menyewa "perahu bebek" yang didayung dengan kaki dan mengayuh mengelilinggi telaga, saya menyibukkan diri mengambir foto dan video. Sesekali anak-anak berteriak dari tengah telaga "papa....." sambil melambai-lambaikan tangan, angin dingin bertiup dengan lembut. Pedagang-pedagang minuman serta makanan mulai mengelar dagangannya di beberapa tempat yang memang di sediakan untuk itu.
Matahari makin tinggi pemandangan kearah puncak gunung terlihat dengan jelas. Gunung Slamet (3432 meter) merupakan salah satu gunung yang menjadi tujuan ekspedisi para pendaki, baik dari wilayah setempat maupun wilayah lainnya. Gunung ini mempunyai kawasan hutan Dipterokarp Bukit, hutan Dipterokarp Atas, hutan Montane, dan Hutan Ericaceous atau hutan gunung. Dalam buku yang berjudul "Three Old Sundanese Poems", terbitan KITLV Leiden tahun 2006, J. Noorduyn menyebutkan bahwa nama "Slamet" adalah relatif baru yaitu setelah masuknya Islam ke Jawa. Dengan merujuk kepada naskah kuno Sunda Bujangga Manik, Noorduyn menuliskan bahwa nama lama dari gunung ini adalah Gunung Agung. Sebagian masyarakat jawa mempercayai bahwa gunung slamet adalah pusat dari pulau Jawa. Mereka juga menyebut gunung ini dengan nama gunung Lanang. Bahkan mereka juga percaya bahwa gunung ini adalah gunung yang angker, yang banyak didiami oleh mahluk halus. Terlepas dari mitos dan kepercayaan yang ada, gunung ini merupakan gunung yang indah. Gunung ini berada di perbatasan Kabupaten Brebes, Banyumas, Purbalingga, Kabupaten Tegal dan Kabupaten Pemalang Jawa Tengah, merupakan yang tertinggi di Jawa Tengah serta kedua tertinggi di Pulau Jawa. Terdapat empat kawah di puncaknya yang semuanya aktif. Puas bermain-main dan menikamati keindahan Baturaden, kami pun kembali ke hotel untuk check out dan bersiap-siap ke tujuan berikutnya yaitu dataran tinggi "Dieng" konon disebut juga negeri tempat bertemunya dewa..enggg.....ingg.eeeeeng.....
Jumat, 10 Juni 2011
Batu Raden (9)
Kami masuk kota Purwokerto dari jalan raya Notog menyusuri rel kereta, berbelok kekanan ke jalan Sidobowa, lurus ke jl Gerilya lalu belok kanan sampai daerah teluk, belok kekiri melewati kebon dalem, lalu rumah sakit Wijaya kusuma, lurus keatas ke UNSOED tak lama kemuadian kami sudah di jalan raya Baturaden, waktu sudah menunjukkan pukul 19.00 wib. Jalanan yang di lintasi masih ramai dengan berbagai akitifitas masyarakat, suasananya mirip kota Bandung, jalannya tidak terlalu lebar, banyak pohon, pedagang berbagai jenis makanan, ada martabak bangka, klepon, seafood lamongan, sate Madura , bakso dan banyak lagi, motor berseliweran dari kanan kiri. Hawa mulai terasa dingin. Tiba di Baturaden sekitar sekitar pukul 20.00 Wib. Perut mulai keroncongan, sambil menikmati suasana malam kami mencari tempat makan, akhirnya kami bertemu restoran yang ciamik "Pringsewu ". Disain nya berbentuk cottage - cottage yang dibangun diatas lahan berundak yang cukup luas. disana sini kita di suguhi suara gemercik air yang mengalir dari selokan dan taman-taman bunga. kami memilih bangunan dilahan yg paling atas, aggak kesudut jadi tidak terlalu rame orang, hanya ada tiga meja yang terisi. tapi dibangunan lain suasana meriah sekali, berkali-kali terdengar tepuk tangan dan suara musik yang khas dibawakan oleh beberapa karyawan restoran, mereka mendatangi meja tamu-tamu yang berulang tahun dan menyanyi dengan bersemangat..menarik juga. Kami memesan minuman bandrek penghangat tubuh., teh panas, makanannya spt biasa ayam goreng untuk lubna dan verca, ikan gurami saos padang dsbnya. Setelah makan malam kami check in di Puri Wisata Hotel, kamar nya bagus dan ada air panas. Hawa dalam kamar terasa dingin, meski aggak mengigil kami semua mandi, badan rasanya "lepek banget " karena sebelumnya main di pantai dan berkendara seharian. Jaket yang tersimpan di dalam dikoper sekarang terasa manfaatnya...tidak lama kami pun hanyut dalam tidur tanpa mimpi...zzzzzzzt...zzzzt
sejak tahun 1928 Baturaden sudah menjadi kawasan wisata andalan bagi kabupaten Banyumas. Kawasan ini berada didaerah ketinggian di kaki gunung Slamet dengan sushu berkisar antara 18 derajat C sampai dengan 25 derajat C. Jika cuaca cerah pengunjung dapat melihat kota Kota Purwokerto, Nusakabangan dan pantai Cilacap. Menurut sejarah nama Batu Raden berasal dari dua kata (bahasa Jawa), yaitu Batur (bukit, tanah, teman, pembantu) dan Raden (bangsawan). Bila digabung, kata “Batu Raden” dapat bermakna: tanah yang datar atau tanah yang indah. Ada dua versi sejarah Batu Raden, yaitu versi Syekh Maulana Maghribi dan versi Kadipaten Kutaliman. Menurut versi yang pertama, Syekh Maulana Maghribi, Pangeran Rum yang berasal dari Turki dan beragama Islam, pernah merasa penasaran dengan cahaya terang misterius yang menjulang ke angkasa dan bersinar di bagian timur. Sang Pangeran kemudian mencari asal cahaya tersebut. Singkat cerita, setelah melakukan pendakian hingga ke puncak sebuah gunung, Sang Pangeran melihat ada seorang pertapa Buddha yang bersandar pada sebuah pohon jambu yang memancarkan sinar cahaya ke atas. Lokasi ini kemudian dikenal dengan sebutan Batu Raden. Sedangkan menurut versi kedua, cerita Batu Raden terkait dengan kisah cinta antara anak perempuan Adipati Kutaliman dengan pembantunya yang menjaga kuda.
Bangun pagi tubuh terasa segar, anak-anak juga terlihat ceria, di depan hotel banyak mbok - mbok pedagang makanan menjajakan dagangannya..kami pun mencoba memesan beberapa bungkus nasi dengan menu sederhana, tapi ueenak tenan, udara dingin selalu membuat makan jadi maknyos . Setelah berkemas merapikan pakaian semalam ke dalam koper kamipun check out dari hotel selanjutnya berangkat menikmati pemandangan di taman wisata Batu raden, Langit sangat cerah puncak Gunung selamet terlihat jelas..ya Allah cantiknye Negeriku..(lanjut)..
Rabu, 08 Juni 2011
Nyasar Ke Purwokerto (8)
Setelah puas bermain-main di Pangandaran, sekitar jam 14.00 siang kami berangkat ketujuan berikutnya, maksud hati ke Cilacap. Sebelum meninggalkan Pangandaran kami bertanya ke tukang perahu tentang rute-rute yang bisa ditempuh ke Cilacap. Menurutnya tidak usah kembali ke Banjar, tapi belok kanan di padaherang-kedung reja -Sidareja belok kiri ke Gandrung mangu sampai bertemu dengan jalan raya Ajibarang Cilacap. Menurut pada daerah tertentu aggak rawan dari orang-orang yang suka memalak pengendara, tertama didaerah perkebunan karet, saya lupa namanya. "serem juga sih kalau di pikirin" tapi kalau lewatnya siang mungkin tidak terlalu berbahaya. nggak apa-apa yang biasa di ganggu yang naik motor katanya. ya sudah coba saja dulu, "tiba soal tiba akal" kembali jadi penyemangat untuk melanjutkan perjalanan.
Keluar dari gerbang pantai Pangandaran, kami berhenti di mesjid dulu untuk sholat zhuhur sekalian ashar. Dari Pangandaran kami mengarah ke Banjarsari, sesampainya di desa Padaherang belok ke kanan, masuk kejalan yang tidak terlalu besar menuju Sidareja, awalnya lumayan mulus tenyata hanya sejauh setengah kilo meter, setelah itu "keriting" banyak batu-batu lepas sehingga kecepatan mobil sangat rendah hanya berkisar 10 - 20 km perjam, jalan keriting ini mungkin sekitar 3-4 km, kemudian bertemu lagi jalan mulus, luar biasa pemandangan yang di lihat sangat indah sejauh mata memandang kita di suguhi hamparan persawahan yang menghijau dibawah langit biru yang indah sekali, kami melintas didaerah ini hampir sore sehingga di jalan banyak bertemu dgn muda-mudi yang jalan-jalan sore dgn motor atau sepeda atau petani yang baru keluar dari area persawahan sambil membawa cangkul, sabit dan sebagainya, desa-desa yang kami lintasi terasa sangat permai. Jarak Pangandaran - Sidareja sekitar 41 km. Sidareja yang terletak di kabpaten Cilacap ini relatif maju dan rame, bahkan kami melihat ada bis-bis yang melayani langsung lebak bulus - sidareja. Dari Sidareja kami bermaksud meneruskan perjalanan menuju Cilacap tetapi tanpa sadar selepas Karanganyar dan bertemu pertigaan didaerah Cinangsi seharusnya belok kanan menuju Cilacap, malah menikung kekiri menuju Karang pucung, setelah cukup jauh baru sadar kami salah arah akhirnya di teruskan saja menuju Purwokerto. Sepanjang perjalanan Sidareja - Karang pucung kami betul-betul disiksa habis-habisan oleh kondisi jalan yang luar bias buruk , mobil tidak bisa di pacu lebih cepat berkisar 5-10 km / jam, terpaksa jika tidak ingin camping di jalan, " Bupatinya sudah mati ya pa" kata anakku. didaerah ini Indonesia belum merdeka. yang mebuat hati berdebar bagaimana kalau "singa jingkrak ini" batuk ? alamat bakal kacaulah perjalanan, mana daerahnya terpencil, jarak rumah berjauhan dan jarang lagi, betul-betul membuat nyali ciut, mobil melenggok ke kiri dan kanan dan sering harus mengatur sedemikian rupa agar bagian bawahnya tidak kandas di batu yang cukup besar, seharusnya ini tidak boleh disebut jalan tapi "sungai kering". yang bikin cemas adalah kami tidak tau seberapa jauh kubangan-kubangan ini akan berakhir, tidak banyak mobil kecil yang lewat, ada satu sedan warna putih di depan kami juga terseok-seok zigzag sepanjang jalan untuk memilih jalan yang relatih datar, mungkin dia juga orang baru pikir kami. sesekali bertemu bis jurusan "Sidareja-Karang pucung" yang meraung-raung dan terayun-ayun karena gelombang jalan. "tuhan tolong kami" saya membatin.
Ternyata jalan neraka itu lebih kurang 7 km, berakhir di dekat Karang pucung. Dari Karang Pucung belok kanan kami meluncur di jalan yang mulus "wuihh lega rasanya, setelah di kocok-kocok" kami ngebut melewati jalan Lumbir, melintasi Wangon, Jatilawang lalu di desa Rawalo berbelok kekiri, mlipir sepanjang kali Serayu, penandangan berganti dengan aliran sungai dan hutan., kami menyusuri tepi Kali Serayu ini lebih kurang 21 km dan akhirnya sampai di Banyumas dari sini kami berbelok kekiri menuju kota Purwokwerto. Matahari mulai tenggelam .....(lanjut)
Keluar dari gerbang pantai Pangandaran, kami berhenti di mesjid dulu untuk sholat zhuhur sekalian ashar. Dari Pangandaran kami mengarah ke Banjarsari, sesampainya di desa Padaherang belok ke kanan, masuk kejalan yang tidak terlalu besar menuju Sidareja, awalnya lumayan mulus tenyata hanya sejauh setengah kilo meter, setelah itu "keriting" banyak batu-batu lepas sehingga kecepatan mobil sangat rendah hanya berkisar 10 - 20 km perjam, jalan keriting ini mungkin sekitar 3-4 km, kemudian bertemu lagi jalan mulus, luar biasa pemandangan yang di lihat sangat indah sejauh mata memandang kita di suguhi hamparan persawahan yang menghijau dibawah langit biru yang indah sekali, kami melintas didaerah ini hampir sore sehingga di jalan banyak bertemu dgn muda-mudi yang jalan-jalan sore dgn motor atau sepeda atau petani yang baru keluar dari area persawahan sambil membawa cangkul, sabit dan sebagainya, desa-desa yang kami lintasi terasa sangat permai. Jarak Pangandaran - Sidareja sekitar 41 km. Sidareja yang terletak di kabpaten Cilacap ini relatif maju dan rame, bahkan kami melihat ada bis-bis yang melayani langsung lebak bulus - sidareja. Dari Sidareja kami bermaksud meneruskan perjalanan menuju Cilacap tetapi tanpa sadar selepas Karanganyar dan bertemu pertigaan didaerah Cinangsi seharusnya belok kanan menuju Cilacap, malah menikung kekiri menuju Karang pucung, setelah cukup jauh baru sadar kami salah arah akhirnya di teruskan saja menuju Purwokerto. Sepanjang perjalanan Sidareja - Karang pucung kami betul-betul disiksa habis-habisan oleh kondisi jalan yang luar bias buruk , mobil tidak bisa di pacu lebih cepat berkisar 5-10 km / jam, terpaksa jika tidak ingin camping di jalan, " Bupatinya sudah mati ya pa" kata anakku. didaerah ini Indonesia belum merdeka. yang mebuat hati berdebar bagaimana kalau "singa jingkrak ini" batuk ? alamat bakal kacaulah perjalanan, mana daerahnya terpencil, jarak rumah berjauhan dan jarang lagi, betul-betul membuat nyali ciut, mobil melenggok ke kiri dan kanan dan sering harus mengatur sedemikian rupa agar bagian bawahnya tidak kandas di batu yang cukup besar, seharusnya ini tidak boleh disebut jalan tapi "sungai kering". yang bikin cemas adalah kami tidak tau seberapa jauh kubangan-kubangan ini akan berakhir, tidak banyak mobil kecil yang lewat, ada satu sedan warna putih di depan kami juga terseok-seok zigzag sepanjang jalan untuk memilih jalan yang relatih datar, mungkin dia juga orang baru pikir kami. sesekali bertemu bis jurusan "Sidareja-Karang pucung" yang meraung-raung dan terayun-ayun karena gelombang jalan. "tuhan tolong kami" saya membatin.
Ternyata jalan neraka itu lebih kurang 7 km, berakhir di dekat Karang pucung. Dari Karang Pucung belok kanan kami meluncur di jalan yang mulus "wuihh lega rasanya, setelah di kocok-kocok" kami ngebut melewati jalan Lumbir, melintasi Wangon, Jatilawang lalu di desa Rawalo berbelok kekiri, mlipir sepanjang kali Serayu, penandangan berganti dengan aliran sungai dan hutan., kami menyusuri tepi Kali Serayu ini lebih kurang 21 km dan akhirnya sampai di Banyumas dari sini kami berbelok kekiri menuju kota Purwokwerto. Matahari mulai tenggelam .....(lanjut)
Jumat, 03 Juni 2011
Pantai Pasir Putih (7)
Perahu mengayun lembut di atas gelombang laut. Matahari bersinar cerah, kadang kemilau biru laut memantul dari riak-riak gelombang. Ada anak-anak remaja berenang di tengah laut. "Itu team SAR yang sedang latihan," kata pengemudi perahu. Mereka terampil sekali mengapungkan diri di atas ayunan gelombang laut. Ada kapal-kapal nelayan yang sedang membuang sauh setelah selesai mencari ikan. Sesekali mereka melambaikan tangan ke perahu-perahu yang lewat. Menjelang dekat pantai Pasir Putih tiba-tiba perahu dilambatkan dan tukang perahu memberitahu untuk melihat coral-coral yang terdapat di dasar laut yang jernih. Perahupun dihentikan untuk memberi kesempatan kepada kami menikmati pemandangan bawah laut dari atas perahu. Lumayan indah. Kami ditawari untuk mengelilingi semenanjung yang menghadap ke Samudera Indonesia, hanya harus tambah bayarannya. Tawar menawar lagi akhirnya jadi Rp 150 ribu, perahupun diarahkan ke ujung semenanjung. Agak miris juga karena gelombang laut mulai terasa lebih tinggi. Perahu seperti meluncur ke bawah ombak dan kemudian naik lagi ke puncak gelombang. Kadang daratan pantai hilang dari pandangan karena perahu masuk kedalam cekungan ombak. Menurut tukang perahu, laut lepas yang di depan mata bisa sampai ke Australia. Tukang perahu menawari untuk terus Cilacap, tapi wow..dengan perahu sekecil ini ?..nggak deh. Pantai di ujung semenanjung ini banyak batu karang. Tidak terbayangkan kalau perahu sampai terhempas ke sana.
Setelah puas melihat-lihat, perahu kembali berbalik arah menuju pantai Pasir Putih. Sesuai dengan namanya , pasir pantai ini memang putih. Ombaknya tenang sekali, hanya berupa riak-riak kecil dan tidak dalam. Kalau berdiri sedada orang dewasa, memungkinkan anak-anak berenang dengan bebas. Pantai ini dikelilingi oleh hutan suaka Penanjung. di hutan ini dapat di temukan rusa yang cukup akrap dengan pengunjung pantai pasir putih, anak-anak banyak yang berusaha memberi makan rusa-rusa ini. Terasa teduh karena banyak pohon, pengunjung bisa berlindung di bawahnya dari sengatan matahari.
Senin, 30 Mei 2011
Pangandaran (6)
Pantai Pangandaran termasuk objek wisata andalan Jawa Barat. Dari Jakarta sekitar 750 km dan dari Bandung 236 km. selain pakai kendaraan pribadi atau bus kita bisa juga naik pesawat Susi Air, dari Jakarta maupun Bandung. dari Jakarta sekitar 1 jam dan dari Bandung sekitar 30 menit.
Pantai ini sangat indah, hamparan landai pasir putihnya mempesona tidak kalah dengan pantai Kuta Bali, diapit oleh dua bukit membuat angin berhembus pelan dan riak ombak lautnya relatif kecil, sehingga pengunjung nyaman melakukan berbagai aktivitas, seperti berenang menggunakan ban, berperahu mengelilingi semenanjung, memancing, bersantai di pantai, atau sekadar mencerap keindahan alamnya dari pondok dan tenda wisata yang banyak tdipasang di sepanjang pantai. Pengunjung dapat melihat terbit dan terbenamnya matahari dari tempat yang sama. Saat kami datang banyak anak-anak bermain-main di pantai, ada yang asik mengayun diri dengan ban diatas ombak, ada yang bersepeda tandem bersusah payah mengayuh diatas pasir yang basah, ada juga yang sedang membuat bangunan-bangunan dari pasir, Verca dan Lubna anakku berlari-lari kearah lidah ombak dan kemudian berbalik menghindar agar tidak di terjangnya, kadang membiarkan kaki mereka di belai lidah ombak. Banyak rombongan pengunjung kami lihat naik perahu dan berlayar menuju semenanjung "pasir putih" yang terlihat dari kejauhan, beberapa tukang perahu menawarkan untuk mengantar kami ke tempat rombongan -rombangan tadi pergi, setelah tawar-menawar harga kami pun menaiki perahu, setiap orang di bekali dengan pelampung, Verca dan Lubna terlihat sedikit tegang, maklum pengalaman pertama. Perahu yang kami tumpangi tidak terlalu besar namanya "DOLPIN", terbuat dari bahan fiber class,dibagian buritan dipasangi motor tempel merek Suzuki, atapnya terbuat dari plastik , untuk penyeimbang kiri kanan perahu dilengkapi dengan cadik yang terbuat dari bambu, Setelah kami semua duduk sempurna, perahupun didorong menuju ketengah laut, menegangkan karena perahu harus melawan hantaman ombak yang cukup tinggi dari arah haluan, suara motornya menderu-mederu dan setiap kali perahu menaiki ombak, setiap kali pula perahu ditarik kembali oleh arus yang sangat kuat kearah pantai, seperti main kucing-kucingan, begitu ombak melandai dan air laut seperti mendidih karena ada gelembung bercampur lumpur yang terangkat kepermukaan, motor perahu di gas habis dan melesat dengan tenaga penuh kedepan, namum dari depan ombak kembali datang bergulung-gulung menghantam keras lunas perahu, ketika haluan perahu menaiki puncak ombak, kita seperti mendongak ke langit, sedikit menakutkan bagi yang tidak terbiasa. Akhirnya ombak yang bergulung-gulung itu tertinggal di belakang dan perahu melaju di permukaan laut mengayun lembut diatas gelombang (lanjut)
Jumat, 27 Mei 2011
Pangandaran (5)
Selepas dari kota Ciamis menuju kota Banjar jalanan mulai banyak tikungan dan turun naik. di kanan - kiri hanya perkampungan, dan kebun-kebun penduduk. kurang dari 1 jam kami tiba di kota Banjar, kota Banjar adalah titik transit lalu lintas dari daerah Jawa Barat ke arah Timur, berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah, yakni dengan Kabupaten Cilacap. Kota Banjar sebagai kota transito menjadi pintu gerbang utama jalur lintas selatan Jawa Barat. Untuk membedakannya dengan Banjarnegara yang berada di Jawa Tengah, kota ini sering disebut juga Banjar Patroman (dari nama asal "Banjar Pataruman"), kata Patroman berasal dari kata pataruman < pa-tarum-an = tarum adalah sejenis pohon perdu yang tumbuh di tepi sungai (a.l. Sungai Citarum), daunnya digunakan untuk bahan pencelup kain supaya berwarna biru tua (indigo). Sepanjang jalan Tasikmalaya, Ciamis dan Banjar kami sering berpapasan dengan bus "Budiman" mungkin pengusaha oto bis ini berasal dari daerah ini, dimana - mana ketemu Bis Budiman ini.
Karena masih pagi dan kota Banjar tidak terlalu menarik, kami meneruskan perjalanan menuju pantai Pangandaran. Memasuki jalan raya Banjar - Banjarsari kami pun ngebut , ruas jalannya relatif kecil tetapi mulus. Sepanjang jalan pemandangan yang kami lihat hanya persawahan dan hutan kecil serta perkampungan. Matahari kian tingi, cuaca panas berkilau-kilau menjadi fatamorgana diatas aspal, untungnya AC mobil sangat dingin jadi tidak terasa. Jalan raya didepan terlihat lengang, sesekali saja berpapasan dengan mobil, motor atau sepeda, terlihat petani membawa gabah untuk di jemur atau di gilling di huller. karena sepi dan mulus kami terus tancap gas , pepohonan dan rumah-rumah seperti berkelebat lari kebelakang . Sesampai di desa Banjarsari , karena makanan kecil dan air minum habis, juga perlu membeli battery untuk camera, kami mampir dulu di Indomaret (heran di kota sekecil ini di bolehkan ). Desa Banjarsari lumayan besar untuk ukuran kota kecamatan, tumbuh linier di sepanjang jalan ,didominasi oleh toko-toko pedagang kelontong dan makanan, lumayan ramai. Selesai membeli perbekalan kami kembali menderu di jalan yang mulus, setelah Banjarsari tertinggal jauh di belakang jalan mulai mendaki dan berkelok-kelok, "kok ke pantai pakai nanjak dulu ya" anak-anak bertanya dengan mimik binggung, terus mendaki kami memasuki kawasan hutan yang cukup lebat, kemudian kembali menurun, selepas itu jalan datar lagi, disini matahari tepat di ubun-ubun, panas makin menyengat.."pantai su dekat" suasana wisata mulai terasa, terlihat beberapa bus wisata dan mobil dengan plat nomor B melintas di jalan yang sama, jalan yang lurus langsung menuju gerbang Pangandaran yang di jaga oleh pegawai Pemda setempat, setelah membayar retribusi, langsung tancap gas ke pantai, dari pintu gerbang ke pantai tidak terlalu jauh, kita lansung disuguhi pemandangan laut biru serta hamparan pantai yang elok, mungkin karena panas pantai terlihat sepi, tidak banyak yang bermain, kami berbelok kekiri kekawasan yang relatif ramai, banyaknya pedagang kaki lima dan pengaturan kios-kios seadanya membuat lingkungan pantai terkesan kumuh. akhirnya kami berhenti di bagian pantai yang ramai pengunjungnya...(lanjut)
Karena masih pagi dan kota Banjar tidak terlalu menarik, kami meneruskan perjalanan menuju pantai Pangandaran. Memasuki jalan raya Banjar - Banjarsari kami pun ngebut , ruas jalannya relatif kecil tetapi mulus. Sepanjang jalan pemandangan yang kami lihat hanya persawahan dan hutan kecil serta perkampungan. Matahari kian tingi, cuaca panas berkilau-kilau menjadi fatamorgana diatas aspal, untungnya AC mobil sangat dingin jadi tidak terasa. Jalan raya didepan terlihat lengang, sesekali saja berpapasan dengan mobil, motor atau sepeda, terlihat petani membawa gabah untuk di jemur atau di gilling di huller. karena sepi dan mulus kami terus tancap gas , pepohonan dan rumah-rumah seperti berkelebat lari kebelakang . Sesampai di desa Banjarsari , karena makanan kecil dan air minum habis, juga perlu membeli battery untuk camera, kami mampir dulu di Indomaret (heran di kota sekecil ini di bolehkan ). Desa Banjarsari lumayan besar untuk ukuran kota kecamatan, tumbuh linier di sepanjang jalan ,didominasi oleh toko-toko pedagang kelontong dan makanan, lumayan ramai. Selesai membeli perbekalan kami kembali menderu di jalan yang mulus, setelah Banjarsari tertinggal jauh di belakang jalan mulai mendaki dan berkelok-kelok, "kok ke pantai pakai nanjak dulu ya" anak-anak bertanya dengan mimik binggung, terus mendaki kami memasuki kawasan hutan yang cukup lebat, kemudian kembali menurun, selepas itu jalan datar lagi, disini matahari tepat di ubun-ubun, panas makin menyengat.."pantai su dekat" suasana wisata mulai terasa, terlihat beberapa bus wisata dan mobil dengan plat nomor B melintas di jalan yang sama, jalan yang lurus langsung menuju gerbang Pangandaran yang di jaga oleh pegawai Pemda setempat, setelah membayar retribusi, langsung tancap gas ke pantai, dari pintu gerbang ke pantai tidak terlalu jauh, kita lansung disuguhi pemandangan laut biru serta hamparan pantai yang elok, mungkin karena panas pantai terlihat sepi, tidak banyak yang bermain, kami berbelok kekiri kekawasan yang relatif ramai, banyaknya pedagang kaki lima dan pengaturan kios-kios seadanya membuat lingkungan pantai terkesan kumuh. akhirnya kami berhenti di bagian pantai yang ramai pengunjungnya...(lanjut)
Langganan:
Postingan (Atom)