Minggu, 12 Juni 2011

Baturaden (10)

Lokasi taman wisata Baturaden tidak jauh dari hotel  tempat kami menginap. naik angkot kira-kira  10 menit kearah atas  melalui jalan raya Baturaden. Saat kami tiba di gerbang pengunjung belum ramai aggaknya karena masih pagi, setelah membayar di loket yang di jaga oleh pegawai berseragam pemda setempat Rp. 3.000,-/ orang. Jalan masuknya seperti boulevar dihiasi dengan  buderan dari beton dan diatasnya di bangun patung perempuan dan lelaki berpakaian tradisional Banyumas, dua jalur jalan yang cukup lebar dilapisi dengan paving block sehingga terlihat rapi, di kiri-kananya di tanami pohon palem diselingi pohon paku yangcukup besar (Pteridophyta atau filicophyta).
Menurut lieratur Tumbuhan paku tersebar di seluruh bagian dunia, kecuali daerah bersalju abadi dan daerah kering (gurun). Total spesies yang diketahui hampir 10.000 (diperkirakan 3000 di antaranya tumbuh di Indonesia), sebagian besar tumbuh di daerah tropika basah yang lembab. Tumbuhan ini cenderung tidak tahan dengan kondisi air yang terbatas, mungkin mengikuti perilaku moyangnya di zaman Karbon, yang juga dikenal sebagai masa keemasan tumbuhan paku karena merajai hutan-hutan di bum. Serasah hutan tumbuhan yang memfosil sekarang ditambang orang sebagai batu bara. Keberadaan pohon pakis ini jadi teringat lontong sayur  gulai paku yang di jual "si Uda ",  di dekat  tempat cucian mobil di Krangan Permai..hmm jadi laper. Bunga-bunga di taman terpelihara dengan baik. Puncak gunung Slamet terlihat jelas kebiruan, dan di sebelah selatan di kejauhan terhampar pemadangan kota Purwokerto. lebih kedalam taman kita akan bertemu dengan sungai kering yang penuh batu-batu besar, di bagian atasnya di bangun jembatan penyeberangan, terlintas di pikiran kalau ada banjir bandang apa jadinya ya?,  di samping jalan setapak yang terbuat dari eton ada sungai kecil, airnya sangat jernih kami turun ke dalam selokan dan merendam kaki bermain-main dengan air yang wuih  dingin banget . Naik lagi ke area yang lebih tinggi kita akan bertemu dengan telaga kecil yang menawan, Lubna, Verca serta mamanya menyewa "perahu bebek" yang didayung dengan kaki dan mengayuh mengelilinggi telaga, saya menyibukkan diri mengambir foto dan video. Sesekali anak-anak berteriak dari tengah telaga "papa....." sambil melambai-lambaikan tangan, angin dingin bertiup dengan lembut. Pedagang-pedagang minuman serta makanan mulai mengelar dagangannya di beberapa tempat yang memang di sediakan untuk itu.

Matahari makin tinggi pemandangan kearah puncak gunung terlihat dengan jelas. Gunung Slamet (3432 meter) merupakan salah satu gunung yang menjadi tujuan ekspedisi para pendaki, baik dari wilayah setempat maupun wilayah lainnya. Gunung ini mempunyai kawasan hutan Dipterokarp Bukit, hutan Dipterokarp Atas, hutan Montane, dan Hutan Ericaceous atau hutan gunung. Dalam buku yang berjudul "Three Old Sundanese Poems", terbitan KITLV Leiden tahun 2006, J. Noorduyn menyebutkan bahwa nama "Slamet" adalah relatif baru yaitu setelah masuknya Islam ke Jawa. Dengan merujuk kepada naskah kuno Sunda Bujangga Manik, Noorduyn menuliskan bahwa nama lama dari gunung ini adalah Gunung Agung. Sebagian masyarakat jawa mempercayai bahwa gunung slamet adalah pusat dari pulau Jawa. Mereka juga menyebut gunung ini dengan nama gunung Lanang. Bahkan mereka juga percaya bahwa gunung ini adalah gunung yang angker, yang banyak didiami oleh mahluk halus. Terlepas dari mitos dan kepercayaan yang ada, gunung ini merupakan gunung yang indah. Gunung ini berada di perbatasan Kabupaten Brebes, Banyumas, Purbalingga, Kabupaten Tegal dan Kabupaten Pemalang Jawa Tengah, merupakan yang tertinggi di Jawa Tengah serta kedua tertinggi di Pulau Jawa. Terdapat empat kawah di puncaknya yang semuanya aktif. Puas bermain-main dan menikamati keindahan Baturaden, kami pun kembali ke hotel untuk check out dan bersiap-siap ke tujuan berikutnya yaitu dataran tinggi "Dieng" konon disebut juga negeri tempat bertemunya dewa..enggg.....ingg.eeeeeng.....

Jumat, 10 Juni 2011

Batu Raden (9)

Kami masuk kota Purwokerto dari jalan raya Notog menyusuri rel kereta, berbelok kekanan ke jalan Sidobowa, lurus ke jl Gerilya lalu belok kanan sampai daerah teluk, belok kekiri melewati kebon dalem, lalu rumah sakit Wijaya kusuma, lurus keatas ke UNSOED tak lama kemuadian kami sudah di jalan raya Baturaden, waktu sudah menunjukkan pukul 19.00 wib. Jalanan yang di lintasi masih ramai dengan berbagai akitifitas masyarakat, suasananya mirip kota Bandung,  jalannya tidak terlalu lebar, banyak pohon, pedagang berbagai jenis makanan, ada martabak bangka, klepon, seafood lamongan, sate Madura , bakso dan banyak lagi, motor berseliweran dari kanan kiri. Hawa mulai terasa dingin.  Tiba  di Baturaden sekitar  sekitar  pukul 20.00 Wib. Perut mulai keroncongan, sambil menikmati suasana malam kami mencari  tempat makan,  akhirnya kami bertemu restoran yang ciamik "Pringsewu ".  Disain nya  berbentuk cottage - cottage yang dibangun  diatas lahan berundak yang cukup luas. disana sini kita di suguhi suara gemercik air yang mengalir dari selokan dan taman-taman bunga. kami memilih bangunan dilahan yg paling atas, aggak kesudut jadi tidak terlalu rame orang, hanya ada tiga meja yang terisi. tapi dibangunan lain suasana meriah sekali, berkali-kali terdengar tepuk tangan dan suara musik yang khas dibawakan oleh beberapa karyawan restoran, mereka mendatangi meja tamu-tamu yang berulang tahun dan menyanyi dengan bersemangat..menarik juga. Kami memesan minuman bandrek penghangat tubuh., teh panas, makanannya spt biasa ayam goreng untuk lubna dan verca, ikan gurami saos padang dsbnya. Setelah makan malam kami check in di Puri Wisata Hotel, kamar nya bagus dan ada air panas. Hawa dalam kamar terasa dingin,  meski aggak mengigil kami semua mandi, badan rasanya "lepek banget " karena sebelumnya main di pantai dan berkendara seharian. Jaket yang tersimpan di dalam dikoper sekarang terasa manfaatnya...tidak lama kami pun hanyut dalam tidur tanpa mimpi...zzzzzzzt...zzzzt

sejak tahun 1928 Baturaden sudah menjadi kawasan wisata andalan bagi kabupaten Banyumas.  Kawasan ini berada didaerah ketinggian di kaki gunung Slamet dengan sushu berkisar antara 18 derajat C  sampai dengan 25 derajat C. Jika cuaca cerah pengunjung dapat melihat kota Kota Purwokerto, Nusakabangan dan pantai Cilacap.  Menurut sejarah nama Batu Raden berasal dari dua kata (bahasa Jawa), yaitu Batur (bukit, tanah, teman, pembantu) dan Raden (bangsawan). Bila digabung, kata “Batu Raden” dapat bermakna:  tanah yang datar atau tanah yang indah. Ada dua versi sejarah Batu Raden, yaitu versi Syekh Maulana Maghribi dan versi Kadipaten Kutaliman. Menurut versi yang pertama, Syekh Maulana Maghribi, Pangeran Rum yang berasal dari Turki dan beragama Islam, pernah merasa penasaran dengan cahaya terang misterius yang menjulang ke angkasa dan bersinar di bagian timur. Sang Pangeran kemudian mencari asal cahaya tersebut. Singkat cerita, setelah melakukan pendakian hingga ke puncak sebuah gunung, Sang Pangeran melihat ada seorang pertapa Buddha yang bersandar pada sebuah pohon jambu yang memancarkan sinar cahaya ke atas. Lokasi ini kemudian dikenal dengan sebutan Batu Raden. Sedangkan menurut versi kedua, cerita Batu Raden terkait dengan kisah cinta antara anak perempuan Adipati Kutaliman dengan pembantunya yang menjaga kuda. 
 Bangun pagi tubuh terasa segar, anak-anak juga terlihat ceria, di depan hotel banyak mbok  - mbok pedagang makanan menjajakan dagangannya..kami pun mencoba memesan beberapa bungkus nasi dengan menu sederhana, tapi ueenak tenan, udara dingin selalu membuat makan jadi maknyos . Setelah berkemas merapikan pakaian semalam ke dalam koper kamipun check out dari hotel  selanjutnya berangkat menikmati pemandangan di taman wisata Batu raden, Langit sangat cerah puncak Gunung selamet terlihat jelas..ya Allah cantiknye Negeriku..(lanjut)..


Rabu, 08 Juni 2011

Nyasar Ke Purwokerto (8)

Setelah puas bermain-main di Pangandaran, sekitar jam 14.00 siang kami berangkat ketujuan berikutnya, maksud hati ke Cilacap. Sebelum meninggalkan Pangandaran kami bertanya ke tukang perahu tentang rute-rute yang bisa ditempuh ke Cilacap. Menurutnya tidak usah kembali ke Banjar, tapi belok kanan di padaherang-kedung reja -Sidareja belok kiri ke Gandrung mangu sampai bertemu dengan jalan raya Ajibarang Cilacap. Menurut pada daerah tertentu aggak rawan dari orang-orang yang suka memalak pengendara, tertama didaerah perkebunan karet, saya lupa namanya. "serem juga sih kalau di pikirin" tapi kalau lewatnya siang mungkin tidak terlalu berbahaya. nggak apa-apa yang biasa di ganggu yang naik motor katanya. ya sudah coba saja dulu, "tiba soal tiba akal" kembali jadi penyemangat untuk melanjutkan perjalanan. 
Keluar dari gerbang pantai Pangandaran, kami berhenti di mesjid  dulu untuk sholat zhuhur sekalian ashar. Dari Pangandaran kami mengarah ke Banjarsari, sesampainya di desa Padaherang belok ke kanan, masuk kejalan yang tidak terlalu besar menuju Sidareja, awalnya lumayan mulus tenyata hanya sejauh setengah kilo meter, setelah itu "keriting" banyak batu-batu lepas sehingga kecepatan mobil sangat rendah hanya berkisar 10 - 20 km perjam, jalan keriting ini mungkin sekitar 3-4 km,  kemudian bertemu lagi jalan mulus, luar biasa pemandangan yang di lihat sangat indah sejauh mata memandang kita di suguhi hamparan persawahan yang menghijau dibawah langit biru yang indah sekali, kami melintas didaerah ini hampir sore sehingga di jalan banyak bertemu dgn muda-mudi yang jalan-jalan sore dgn motor atau sepeda atau petani yang baru keluar dari area persawahan sambil membawa cangkul, sabit dan sebagainya, desa-desa yang kami lintasi terasa sangat permai. Jarak Pangandaran - Sidareja sekitar 41 km. Sidareja yang terletak di kabpaten Cilacap ini relatif maju dan rame, bahkan kami melihat ada bis-bis yang melayani langsung lebak bulus - sidareja. Dari Sidareja kami bermaksud meneruskan perjalanan menuju Cilacap tetapi tanpa sadar selepas Karanganyar dan bertemu pertigaan didaerah Cinangsi seharusnya belok kanan menuju Cilacap, malah menikung kekiri menuju Karang pucung, setelah cukup jauh baru sadar kami salah arah akhirnya di teruskan saja menuju Purwokerto. Sepanjang perjalanan Sidareja - Karang pucung kami betul-betul disiksa habis-habisan oleh kondisi jalan yang luar bias buruk , mobil tidak bisa di pacu lebih cepat berkisar 5-10 km / jam, terpaksa jika tidak ingin camping di jalan, " Bupatinya sudah mati ya pa" kata anakku. didaerah ini Indonesia belum merdeka. yang mebuat hati berdebar bagaimana kalau "singa jingkrak ini" batuk ? alamat bakal kacaulah perjalanan, mana daerahnya terpencil, jarak rumah berjauhan dan jarang lagi, betul-betul membuat nyali ciut, mobil melenggok ke kiri dan kanan dan sering harus mengatur sedemikian rupa agar bagian bawahnya tidak kandas di batu yang cukup besar, seharusnya ini tidak boleh disebut jalan tapi "sungai kering".  yang bikin cemas adalah kami tidak tau seberapa jauh kubangan-kubangan  ini akan berakhir, tidak banyak mobil kecil yang lewat, ada satu sedan warna putih di depan kami juga terseok-seok zigzag sepanjang jalan untuk memilih jalan yang relatih datar, mungkin dia juga orang baru pikir kami.  sesekali bertemu bis jurusan "Sidareja-Karang pucung" yang meraung-raung dan terayun-ayun karena gelombang jalan.  "tuhan tolong kami" saya membatin.
Ternyata jalan neraka itu lebih kurang 7 km, berakhir di dekat  Karang pucung.  Dari Karang Pucung belok kanan kami meluncur di jalan yang mulus "wuihh lega rasanya, setelah di kocok-kocok" kami ngebut melewati jalan Lumbir, melintasi Wangon, Jatilawang lalu di desa Rawalo berbelok kekiri, mlipir sepanjang kali Serayu, penandangan berganti dengan aliran sungai dan hutan., kami menyusuri tepi Kali Serayu ini lebih kurang 21 km dan akhirnya sampai di Banyumas  dari sini kami berbelok kekiri menuju kota Purwokwerto. Matahari mulai tenggelam .....(lanjut)   

Jumat, 03 Juni 2011

Pantai Pasir Putih (7)

Perahu mengayun lembut di atas gelombang laut. Matahari bersinar cerah, kadang kemilau biru laut memantul dari riak-riak gelombang. Ada anak-anak remaja berenang di tengah laut. "Itu team SAR yang sedang latihan," kata pengemudi perahu. Mereka terampil sekali mengapungkan diri di atas ayunan gelombang laut. Ada kapal-kapal nelayan yang sedang membuang sauh setelah selesai mencari ikan. Sesekali mereka melambaikan tangan ke perahu-perahu yang lewat. Menjelang dekat pantai Pasir Putih  tiba-tiba perahu dilambatkan dan tukang perahu memberitahu untuk melihat coral-coral yang terdapat di dasar laut yang jernih. Perahupun dihentikan untuk memberi kesempatan kepada kami menikmati pemandangan bawah laut dari atas perahu. Lumayan indah. Kami ditawari untuk mengelilingi semenanjung yang menghadap ke Samudera Indonesia, hanya harus tambah bayarannya. Tawar menawar lagi akhirnya jadi Rp 150 ribu, perahupun diarahkan ke ujung semenanjung. Agak miris juga karena gelombang laut mulai terasa lebih tinggi. Perahu seperti meluncur ke bawah ombak dan kemudian naik lagi ke puncak gelombang. Kadang daratan pantai hilang dari pandangan karena perahu masuk kedalam cekungan ombak. Menurut tukang perahu,  laut lepas yang di depan mata bisa sampai ke Australia. Tukang perahu menawari untuk terus Cilacap, tapi wow..dengan perahu sekecil ini ?..nggak deh. Pantai di ujung semenanjung ini banyak batu karang. Tidak terbayangkan kalau perahu sampai terhempas ke sana. 
Setelah puas melihat-lihat,  perahu kembali berbalik arah menuju pantai  Pasir Putih. Sesuai dengan namanya , pasir pantai ini memang putih. Ombaknya tenang sekali, hanya berupa riak-riak kecil dan  tidak dalam. Kalau berdiri sedada orang dewasa,  memungkinkan anak-anak berenang dengan bebas. Pantai ini dikelilingi oleh hutan suaka Penanjung. di hutan ini dapat di temukan rusa yang cukup akrap dengan pengunjung pantai pasir putih, anak-anak banyak yang berusaha memberi makan rusa-rusa ini. Terasa teduh karena banyak pohon, pengunjung bisa berlindung di bawahnya dari sengatan matahari.